“Langsung aja mandi, gak usah kebanyakan mikir,” kata seorang pebisnis kepada anak muda yang mau terjun ke dunia usaha. Mau jadi wirausahawan? Inilah dunia yang sebenarnya banyak sekali peminatnya tetapi hanya sedikit yang berhasil di Indonesia.
“Setiap tahun kita melahirkan 750.000 lebih sarjana menganggur, setiap tahun sekolah hanya menciptakan pengangguran intelektual, sementara jumlah wirausahanya hanya ada 0,08 persen dari total penduduk Indonesia,” kata Ir. Ciputra, pengusaha properti, yang terpilih sebagai peraih penghargaan Ernst and Young Entrepreneur of the Year (EOY) 2007 di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (28/11).
Sekali lagi, jumlah wirausahawan kita hanya 0,08 persen dari total penduduk Indonesia yang mencapai 220 juta jiwa. Sementara untuk tahun 2006 – 2007 jumlah pengguran mencapai lebih dari 10,93 juta orang. Hal ini diperparah dengan rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja yang mayoritas pendidikannya adalah tamatan sekolah dasar sebanyak 56,23 persen. Ini masalah nasional yang perlu mendapat perhatian. ’’Tantangan ke depan, kita harus bisa melahirkan wirausaha muda,” kata Ciputra. Bagaimana caranya?
Salah satu cara adalah, pentingnya membuat rencana usaha atau dalam istilah yang umum, disebut “Business Plan” (BP). Dengan BP inilah, seorang kandidat pengusaha akan dapat memantapkan kepercayaan dirinya, untuk tidak ragu-ragu terjun serius ke dalam bisnis. BP ini menjadi semacam ”peta jalan” untuk seseorang yang mau mencapai tujuan.
Kini, coba hitung, berapa pengusaha muda yang muncul dari HIPMI atau non-HIPMI? Berapa Entrepreneur atau wirausaha baru yang sangat penting untuk masa depan Indonesia itu? ”Jangan langsung terjun ke politik, tapi wirausaha dulu. Kalau anda sudah menjadi pengusaha yang mapan, baru terjunlah ke politik,’’ saran Wapres M Jusuf Kalla kepada kaum muda dan calon politisi. Kalla sering memberi contoh mengenai besarnya jumlah anggota kabinet dan gubernur yang berlatar belakang pengusaha. ’’Dalam politik demokrasi, peran dan posisi pengusaha sah-sah saja dan boleh jadi akan semakin mengemuka,’’ kata Kalla.
Dunia usaha merupakan medan yang berpotensi besar mengatasi kemelaratan. Di tengah lonjakan harga minyak dunia yang mengganggu pembangunan ekonomi kita, dunia usaha merupakan harapan sekaligus tantangan. Di tangan para wirausahawan, ada kemampuan untuk mengubah Indonesia, bahkan mengubah dunia, yang penuh kemelaratan. Betapa ironisnya Indonesia yang punya kekayaan alam, tetapi rakyatnya miskin karena sedikitnya wirausahawan.
Dalam konteks dunia usaha itu, menurut data Bank Indonesia (BI), total target ekspansi kredit UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) pada 2007 diproyeksikan sebesar Rp 87,62 triliun. Pada 2008 diproyeksikan mencapai Rp 98,3 triliun, sedangkan pada 2009 diperkirakan mencapai Rp 117,96 triliun.
Survei Bank Indonesia (BI) menunjukkan mayoritas UMKM yang menjadi target kredit adalah perusahaan yang bergerak di sektor perdagangan dan jasa-jasa, yaitu sekitar 65 persen, sedangkan selebihnya atau 35 persen adalah sektor manufaktur dan pertanian. Masih terkait dengan dunia usaha, coba cermati pengumuman Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) tahun ini yang mengumumkan kenaikan realisasi total investasi yang mencolok. Total persetujuan investasi selama Januari-Maret 2007 sebesar Rp 204,3 triliun, meningkat 447,2 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun angka itu masih dibawah target tahun 2007 yaitu Rp 248,5 triliun. Boleh jadi, hal ini menjadi isyarat atas berakhirnya musim ‘paceklik’ investasi dan bisnis, sekaligus tanda perbaikan iklim usaha di Indonesia.
Jadi, kenapa masih ragu terjun ke dunia usaha? Dunia usaha adalah sebuah kancah perjuangan. Kalau kita bandingkan itu sebagai sebuah peperangan, maka panglima perang Sun Tzu pernah berkata: “Apabila Anda menginginkan kemenangan di medan perang, maka terlebih dahulu Anda harus mengenal dengan baik keadaan sekitar, sungai-sungai, gunung-gunung serta hutan-hutan yang ada, dengan demikian baru pintu kemenangan akan terbuka untuk Anda.”
Dalam konteks dunia usaha ini, jangan lupa bahwa Indonesia harus siap menghadapi pemberlakuan pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015. Kita harus mampu memanfaatkan peluang pasar yang besar di dalam negeri tetapi juga serius membidik potensi pasar di ASEAN. Adanya kebebasan dalam aliran barang yang disertai penghapusan hambatan tarif dan non-tarif harus bisa dimanfaatkan produsen Indonesia untuk melakukan penetrasi pasar lebih luas di kawasan ASEAN. Agar kita tidak jadi ’pasar besar’ belaka bagi produsen luar.
Selama ini Indonesia baru melakukan ekspor intra ASEAN ke Singapura dan Malaysia. Sedangkan negara tujuan utama ekspor utama lebih banyak ke Jepang dan Amerika Serikat. Karena itu, peran kaum wirausahawan dalam merespon pasar tunggal ASEAN mutlak diperlukan. Jadi, masih ragukah anda memasuki dunia usaha ?
*Herdi Sahrasad, Associate Director Media Institute dan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan (PSIK) Universitas Paramadina
Tidak ada komentar :
Posting Komentar